Biar semua bisa SEKOLAH.
Written on 8/09/2008 11:53:00 PM by Indah Puspita Rani
Hari ini,
Gw dateng ke seminar di KBRI.
Awalnya dateng karena, yang jadi pembicara Pak Andy Malarangeng, entah dari gw kecil dulu, nama bapak ini cukup terngiang2 di kepala gw, sama terngiang2nya gw dengan Pak Mar'ie Muhammad dan Pak BJ.Habibie, menurut gw nama2 orang tersebut orang hebatnya Indonesia, padahal gw masih kecil saat itu. Jangan berharap alasan yang terdengar berpendidikan, kenapa gw suka mereka, satu hal yang pasti wibawa mereka nyampe ke gw yang masih kecil.
Kalo Pak Mar'ie, jelas gw suka banget karena gw menganggap dia kalo ngomongin ekonomi kok keren pisan *padahal gw aja yang kagak ngerti ekonomi, pas dia ngomong pake istilah2 ekonomi jadi keren abis gitu =P* .
Kalo Pak Habibie? Gak usah ditanya, bapak ini salah satu alasan gw bangga jadi Engineer, *I mean calon engineer =P*, gw selalu merasa dia orang pintar. Tidak sekedar IQ dia yang terkenal tinggi, tapi memang ide2 dia cemerlang, dan selayaknya orang2 berIQ tinggi sering berpendapat dan berpikiran berbeda dari orang2 kebanyakan. Mungkin karena ini juga banyak yang tidak terlalu suka sama Pak Habibie.
Kalo Pak Andy Malarangeng? Gw suka karenaa.. politik tentu bukan, gw penganut Politik Tai Kucing, pokoknya bagi gw : Politik? Ahh Tai Kucing, bau busuk! Dan gak ada sedikit pun ketertarikan gw sama politik. Walaupun gw tau, politik itu power besar, ibaratnya listrik tegangan tinggi, bisa menghidupi rumah sekomplek, tapi bisa juga bunuh orang sekomplek kalo kebakaran. Mungkin karena dia dulu cakep dan terlihat berpendidikan, jadinya gw suka sama dia. Well, tapi memang dia itu pinter ngomong, kalo ngomong kesannya keren pisan, makanya dia jadi Juru Bicara.
Ternyata, setelah gw sampai disana, entah karena gw terlambat ato memang begitu adanya, gw mendapati seminar di sesi I, yang pembicaranya Pak Andy tidak begitu menarik gw.
Bahkan yang sampai sekrang terpikir di benak gw adalah seminar dari Pak Chatib Bakrie. Kata Dika, dia orang terkenal di UI, khususnya fakultas Ekonomi. Dia memang seorang ekonom. Dari sekian banyak dia ngejelasin tentang keadaan dan potensi ekonomi di Indonesia. Satu hal saja, yang sampai saat ini masih ada di otak gw, PENDIDIKAN.
Di sesi II ini memang judulnya, Makna Kemerdekaan : Membangun Indonesia di sektor Kesejahteran.
Kesejahteraan di suatu negara jelas butuh pendidikan. Kesejahteraan suatu negara bisa dilihat dari bagaimana pendidikan di negara itu. Gw berkeyakinan, pendidikan itu pondasi negara, negara maju asal muasalnya dari pendidikan yang berkualitas.
Pas banget, hari ini gw dari blogwalking dan gw melihat salah satu postingannya tentang pendidikan, dia ngasih ide untuk Indonesia punya satu sekolah yang isinya anak2 pinter, bekualitas tinggi, dan top 5% dapet beasiswa, bla bla bla. Idenya bagus menurut gw, cuma bukan itu yang Indonesia butuhkan saat ini, paling tidak jangka pendek ini. Gw rasa yang Indonesia butuh saat ini Penyamarataan.
Masalah di Indonesia, yang sampai saat ini masih terus saja ada, dan belum diketemukan solusinya adalah; perbedaan gap sosial di Indonesia yang terlalu tinggi. Orang kaya, kaya banget, begitu juga orang miskinnya, miskin banget.
Ditambah lagi dengan naeknya harga2 di Indonesia, yang akhirnya pendidikan juga kena imbasnya. Pendidikan akhirnya jadi seolah2 barang tertiary. Padahal pendidikan itu harusnya kebutuhan Primer, penting! Di jaman globalisasi seperti sekarang ini, pendidikan itu salah satu dasar kebutuhan manusia untuk survive.
Dengan kata lain, pendidikan berkualitas hanya bisa dijangkau oleh orang berkocek tebal.
3 tahun gw di NTU, ngebuat gw sadar, orang pinter itu tidak saja dari genetical atau keturunan, tapi juga sistem yang diterapkan di sekolahnya. Kenyataannya di NTU anak2nya banyak dari beberapa sekolah bagus di Indonesia, seperti Tarnus, CC, SMUN 8 Jakarta, SMUKIE, Sutomo, Xaverius I dan beberapa sekolah lainnya. Dan faktanya, sekolah2 yang gw sebut itu, biayanya termasuk mahal. Bahkan untuk SMUN 8, yang sebenernya kan sekolah negeri.
Pendidikan yang berkualitas itu mahal, oke gw terima.
Gw termasuk penganut istilah "Ada rupa ada harga." Dan gw rasa pendidikan itu sama saja dengan service.
Kalau anda ingin service bagus, anda harus bayar mahal, dengan kata lain memasukkan anak anda ke sekolah berkualitas dan anda harus siap uang banyak.
Tapi untuk urusan pendidikan, kita harus lebih melihat ke dalam lagi. Kalau harga pendidikan terus naik, dan pada akhirnya hanya orang2 kaya yang bisa bayar, artinya hanya orang2 menengah keatas dalam hal ekonomi yang bisa survive dan naik derajatnya. Lalu orang2 menengah kebawah hanya bisa termenung dan menerima nasib. Selayaknya hukum Darwin, hanya spesies yang mampu beradaptasi yang survive, apakah kaum menengah kebawah akan punah dan hanya bisa bermimpi untuk mengecap pendidikan berkualitas?
Tidak perlu dijelaskan lagi. Kemajuan di bidang pendidikan di Indonesia yang terjadi belakangan ini, seperti Kurikulum berbasis KBK, Kelas International, Kelas Akselerasi, dan lain sebagainya, hanya akan jadi percuma kalo masalah diatas belum bisa teratasi. Karena hanya setengah saja dari pelajar di Indonesia yang derajatnya naik oleh pendidikan, karena hanya mereka saja yang mampu mendapatkan pendidikan berkualitas. Lalu sisanya hanya bisa berhenti di satu titik dimana dia mampu untuk membeli service pendidikan.
Solusinya tentu beasiswa dan subsidi silang.
Hal ini sudah terjadi sampai saat ini. Tapi kenyataan di lapangan hasilnya tidak terlalu memuaskan. Perubahannya tidak terlalu signifikan. Dan masih banyak kendala di sana sini.
Beasiswa diberikan pada orang pandai dan kurang mampu. Namun pada kenyataannya masih saja ada orang yang mampu dalam ekonomi, namun sebenernya kemampuannya standart2 saja dalam akedemisnya, tapi dapat beasiswa penuh. Sedangkan masih banyak orang2 yang sebenernya pandai, tapi tidak beruntung dalam hal ekonomi, tidak bisa dapat beasiswa penuh.
Dapet beasiswa itu susah, tapi kenapa yang diberi kemudahan malah orang2 yang orang tuanya punya kekuatan ekonomi.
Orang yang punya posisi kuat, lalu dapat beasiswa, padahal kemampuannya belum memadai, harusnya sudah dimasukkan dalan KKN terselebung. Biaya sekolah itu mahal, bisa sampai ratusan juta, artinya sama saja dengan menggelapkan uang ratusan juta dengan tameng beasiswa.
Subsidi silang, ini sudah cukup sering terjadi, tapi satu hal yang jadi kendala adalah transparansi. Tidak mudah memang, karena pastinya ada konflik2 sosial yang bisa muncul jika terlalu transparan, misalnya anak yang mendapat subsidi silang itu bisa jadi merasa minder dan akhirnya malah berdampak di pergaulannya di sekolah. Dan ini memang terjadi di sekolah gw waktu SMA. Gw memang tau di sekolah gw itu ada subsidi silang, orang yang mampu bayar sedikit lebih mahal, orang yang kurang mampu bayar sedikit lebih murah. Tapi bagaimana dan berapa banyak, gw gak tau. Dan orang tua pun gak tau. Apakah dalam prakteknya memang terjadi atau tidak, gw gak ngerti.
Menurut gw, Beasiswa dan Subsidi silang harus terus dijalankan. Masalah bakal muncul disana sini. Tapi perlahan2 asalkan semua transparan dan sesuai guideline, harusnya masalah bisa teratasi.
Tapi kita gak bisa hanya berpaku pada 2 hal itu saja. Semua harus sadar pentingnya pendidikan. Tidak hanya untuk keluarga saja, tapi untuk skala yang lebih besar.
Oke, jelas kita harus mendahulukan keluarga.
Menurut gw orang yang harus disadarkan adalah orang2 yang mampu. Kalo lo adalah orang yang tidak langsung berpikir membeli makanan saat dapet tambahan gaji, artinya lo adalah salah satu orang yang harusnya memikirkan pendidikan untuk skala yang lebih besar, tidak hanya keluarga saja. Karena seperti kata Pak Chatib Basrie, orang yang menengah keatas, akan berpikir untuk membeli barang2 lain selain makanan, kalo dapet uang tambahan. Mereka bakal berpikir untuk membli gadget baru, jam baru, ato mobil baru. Nah, orang2 seperti ini harusnya bisa menyisihkan sebagian uangnya untuk mengangkat derajat orang2 yang dibawah, dengan pendidikan. Satu hal yang harusnya berlaku di Indonesia saat ini adalah, menggalakan rasa sadar pentingnya penyamarataan pendidikan. Sehingga orang yang mampu bisa membantu orang yang dibawah2. Bagaimana caranya supaya orang2 yang kaya raya di Indonesia, bisa mengangkat orang2 yang dibawah.
Yang pasti kita butuh uang banyak. Sekolah gratis itu bukan mimpi. Buktinya di German bisa. Suatu saat harusnya Indonesia juga bisa punya sekolah gratis untuk rakyat. Artinya pemerintah harus punya uang banyak, dan pastinya mengalokasikannya ke sektor pendidikan.
Mimpi gw waktu kecil, bisa bikin sekolah gratis buat orang2 miskin ampe pinter. Tapi ternyata untuk ngebuat sekolah itu tidak hanya masalah di gedung dan muridnya saja. Tapi juga gurunya dan lingkungan yang mendukung. Untuk punya sekolah yang berkualitas, jelas kualitas guru harus terjaga. Sedangkan kenyataannya, gaji guru kecil bener, orang2 yang pinter di akademis kebanyakan ogah jadi guru. Kalo yang jadi guru bukan orang yang berkualitas, gimana caranya bikin anak muridnya berkualitas. Satu harapan gw, profesi guru suatu saat jadi profesi yang bergengsi di Indonesia, sama gengsinya kalo jadi Akuntan, atau Pengacara. Well, gw gak tau harus sekaya apa untuk punya sekolah yang berkualitas dan gratis.
Ini post udah panjang bener ya.. Padahal masih banyak yang mo dibahas.
Gw gak mau ngomong buat yang gede2. Hal2 untuk mengubah subsidi pendidikan bla bla bla...
Tapi yang pasti. Just to share my thought to all of you.
Daripada lo kasih uang buat pengamen2 di jalan, ato pengemis2 di jembatan, mendingan duitnya lo kumpulin buat ngebiayain anak sekolah.
Daripada lo kasih duit lo anak2 panti asuhan jajan, mendingan lo simpen, trus kumpulin ampe banyak buat beli buku2 trus lo sumbangin ke sekolah2 Impres di pelosok2 sana.
Kebetulan gw ikutan bantuin kegiatan di kampus gw. Ngebayarin anak2 sekolah di Indonesia. Jujur aja, awalnya gw ngerasa, gw belum termasuk wajib buat ngebantu, toh gw belum kerja, kuliah aja Loan, tapi ternyata nominal yang mereka butuh untuk sekolah setahun, cuma sedikit saja dari uang jajan gw. Untuk anak SD mereka cuma minta S$20 untuk biaya mereka selama setahun. S$20? Gw pake jalan sekali juga abis kali.
Kalo lo perlu satu contoh bahwa pendidikan di Indonesia itu gak rata.
Gw ambil satu kasus. Kira2 2-3 thun yang lalu. Ada satu sekolah yang hampir smua anaknya gak lulus UAN. Padahal, menurut gw dan teman2 gw *yang kebetulan masuk sekolah yang rada bagus* soal UAN itu gampang, tinggal masukin rumus. Mungkin untuk dapet nilai 10 gak gitu gampang, tapi untuk ngelewatin nilai 5.o itu bukan hal yang sulit. 1 Sekolah, muridnya gak lulus. Artinya apa yang salah? Sistem pendidikan di sekolah itu yang salah. Bisa jadi kurang buku panduannya, ato kualitas gurunya yang kurang memadai. Sedangkan kenyataannya, untuk punya buku panduan dan guru berkualitas, tentunya kita butuh uang lagi. Kita punya kurikulum yang sama, kita sama2 manusia, tapi masa' iya kemampuan seluruh murid di sekolah itu jauh sekali di bawah sekolah gw. Untuk semuanya gak lulus, gw rasa itu keterlaluan.
Indonesia bakal sulit sekali untuk maju, kalo hanya sebagian saja rakyat yang bisa dapet pendidikan berkualitas.
If you enjoyed this post Subscribe to our feed
You may realize that maybe only me within 1 km radius that went through the University.
1 km.. humm.. mm..
gede juga ya.. -.-
Penyamarataan... suatu sistem yg saya personal tidak suka. Pas SLTP, masak yg namanya "beasiswa" itu untuk siswa yg kurang mampu, regardless pinter atau ga, mo sekolah atau bolos terus.
Thanks to singapore, akhirnya saya yg dari background keluarga ga miskin dan ga kaya ini bisa mendapatkan beasiswa yg sesungguhnya.
Indonesia.. tunggu saja untuk saya mendefinisikan ulang apa itu beasiswa.